Newest Post
// Posted by :Hhhhh
// On :Kamis, 11 Desember 2014
Sejarah Masuknya Islam di Nusantara
Judul Buku : Kisah Walisongo (Penyebar Agama Islam di
Tanah Jawa)
Penulis :
Baidlowi Syamsuri
Penerbit : APOLLO Surabaya
Tebal buku : 125 Halaman
Pendahuluan
Novel
Walisongo ini memang sudah banyak beredar, sehingga pada masa kini segala
lapisan masyarakat banyak yang telah mengetahui tentang kisah Walisongo itu.
Walaupun
demikian, penulis masih ingin menyajikan kisah Walisongo dan penulis
menambahkan didalamnya ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits-Hadits Nabi SAW. Dengan
harapan untuk memperkuat iman dan mengingatkan para pembaca tentang bagaimana
sejarah masuknya islam di Indonesia.
Dengan
adanya novel kisah Walisongo ini, penulis juga berharap semoga buku ini dapat
mendorong para pembaca untuk memiliki sifat dan sikap yang dicontohkan oleh
para Waliyullah dalam penyebaran agama di negara kita terutama di daerah
lingkungan kita masing-masing.
Sinopsis
Menurut
catatan ahli sejarah, agama Islam masuk ke Pulau Jawa sekitar abad XI Masehi
yang dibawa oleh para pedagang dari Arab dan disebarkan Muballigh dari Pasai
(Aceh Utara). Tetapi sebagian lagi dari ahli sejarah mengatakan, bahwa agama
Islam masuk ke Indonesia yang pertama adalah di pulau Jawa. Karena pada tahun
929-949 Masehi, masa kekuasaan Prabu Sindok, para saudagar dari pulau Jawa
sudah banyak yang berlayar sampai ke Baghdad. Demikian juga para pedagang dari
Persia dan Gujarat sudah ada yang datang ke Indonesia.
Di pulau
Jawa inilah, Walisongo menyebarkan agama Islam dan disebarkan lagi oleh
murid-muridnya ke pulau-pulau yang lain. Adapun yang disebut Walisongo, adalah
sembilan orang Waliyullah yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa sekitar
pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Mereka datang dari berbagai negeri dan hadir
kepada masyarakat Jawa dengan menyebarkan agama islam.
Menurut dari
beberapa sumber sejarah, bahwasanya Syaikh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
adalah wali pertama yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa. Kemudian
perjuangannya diteruskan oleh murid, sanak saudara. Seperti, Raden Rahmat
(Sunan Ampel), Raden Paku (Sunan Giri), Raden Maqdum Ibrahim (Sunan Bonang),
dan para wali lainnya.
Novel karya Baidlowi
Syamsuri ini memuat tentang sejarah masuknya islam dan perkembangannya di
nusantara. Novel ini banyak memuat tentang nilai-nilai keagamaan. Oleh karena
itu, novel ini layak menjadi salah satu referensi untuk belajar tentang
bagaimana cara mendalami ilmu agama. Novel ini juga banyak memuat tentang
nilai-nilai perjuangan para wali pada zaman dahulu. Mungkin, dengan adanya
salah satu unsur tersebut, penulis ingin novel karyanya bisa menjadi contoh dan
tauladan bagi pembacanya agar dapat senantiasa meneladani sifat dan sikap yang
di contohkan para wali.
Meskipun penulis tidak menyuguhkan secara
detail tentang perkembangan islam di nusantara, dan masih banyak kekurangan
lainnya, namun penulis menambahkan sesuatu ke dalam novel karyanya untuk
menutupi kekurangan dari novelnya seperti dengan menambahkan hadits-hadits, cerita-cerita
pengiring yang menunjukan kebesaran Allah SWT, menceritakan banyaknya halangan
dan rintangan yang harus dilewati oleh para wali, dan masih banyak lainnya.
Penulis juga menambahkan berbagai macam tokoh antagonis yang wataknya
berubah-ubah. Yang menarik dari novel ini adalah penulis menceritakan tentang
kisah para wali satu-persatu. Penulis juga menambahkan beberapa halaman kosong
di akhir halaman supaya pembaca dapat menggunakannya sebagai catatan.
Dalam novel Walisongo ini, penulis
memilih secara hati-hati kata yang akan digunakan supaya tidak merugikan
pihak/orang tertentu. Penulis juga menggunakan kalimat yang tidak rumit dan
tidak bertele-tele agar pembaca dapat dengan mudah memahami isi cerita.
Dengan membaca novel ini, pembaca
diajak untuk belajar mempunyai sifat penyabar, pekerja keras, tidak mudah putus
asa, dan senantiasa ingat kepada tuhan yang maha esa.
Keunggulan novel ini dengan novel
walisongo lain. Novel ini ditambahkan didalamnya hadits-hadits yang mudah di
ingat, kemudian, novel ini juga menggunakan bahasa yang bisa dengan mudah di
pahami oleh pembacanya, mengandung unsur-unsur keagamaan yang lebih dalam.
Novel ini juga dapat memberikan contoh yang baik kepada pembaca dalam menjalani
kehidupan sehari-hari.
Novel ini juga dilengkapi dengan
cerita-cerita diluar cerita walisongo (Sembilan wali tersebut) seperti cerita
perjuangan para ulama-ulama yang
berdakwah ke daerah-daerah. Cerita tentang kerajan-kerajaan dan rajanya
sekaligus cerita tentang bagaimana cara para wali berdakwah di pulau Jawa.
Sayangnya, kertas yang digunakan
dalam pembuatan novel ini kurang bagus, warnanya kurang cerah,
kecoklat-coklatan, dan mudah hancur. Sampul depannya juga kurang menarik,
warnanya kurang mencolok, dan juga, ceritanya kurang lengkap, salah satu ada
yang hanya mengacu ke satu wali, dan ada juga cerita tentang wali yang hanya
sedikit dan kurang dijelaskan tentang asal-usulnya. Novel ini juga tidak
menggunakan kata kiasan.
Sebaiknya, penulis menggunakan kertas
yang lebih bagus dalam novelnya, sebaiknya berwarna putih, dan sampul depannya
dibuat lebih semenarik mungkin agar dapat menarik minat para pembaca. Dan juga,
pembaca mungkin ingin lebih tahu jalan ceritanya dari awal, jadi asal-usulnya
bisa dibuat lebih jelas. Hal ini sangat penting karena jika pembaca mengetahui
asal-usulnya dengan jelas maka otomatis pembaca akan langsung tertarik untuk
membaca novel ini hanya dengan membaca sinopsisnya. Ini bertujuan agar supaya lebih
banyak pembaca yang membeli novel ini.